Selama ini sering kali kita mendengar kalimat bahwa wanita adalah
makhluk yang lemah. Kalimat itu bertebaran di mana-mana. Kalimat “Wanita
itu makhluk mulia” .Semakin lama para wanita pun
ingin lepas dari anggapan ‘lemah’ tersebut dan muncullah yang namanya
emansipasi wanita, gerakan feminisme, dan sebagainya. Sekarang kita
telisik terlebih dahulu sebenarnya kenapa wanita selama ini selalu
dianggap sebagai makhluk yang lemah. Kesimpulan sementara saya, mungkin
anggapan tersebut muncul karena memang secara fisik kaum pria umumnya
lebih kuat daripada kaum wanita. Dalam bidang olahraga saja, pria dan
wanita punya peraturan dan ketentuan yang berbeda untuk mengakui
perbedaan kekuatan fisik dua makhluk berlawanan jenis ini.
Kedua, mungkin karena wanita lebih mudah menangis ketika tertekan
masalah yang berat. Kita semua tahu adanya anggapan bahwa menangis
adalah tanda kelemahan maka kaum pria sangat menghindari tindakan yang
satu ini. Padahal sebenarnya banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang
menangis selain ketidakberdayaan menahan penderitaan. Ketiga, wanita
adalah makhluk yang harus dilindungi dan dihormati. Kemudian hampir
seluruh kebudayaan di dunia menerapkan tata krama bahwa pria harus dan
tidak boleh melakukan hal-hal tertentu terhadap seorang wanita dalam
rangka menjalankan misi melindungi wanita yang telah disebutkan tadi.
Anggapan ‘lemah’ ini pun menimbulkan diskriminasi yang tak pernah
hilang hingga saat ini meski wujudnya tidak seekstrem era Kartini dulu.
Diskriminasi yang tidak saya setujui misalnya seperti ini. Seorang
wanita melamar pekerjaan sebagai reporter. Perusahaan menolaknya karena
khawatir nanti wanita tidak bisa melakukan pekerjaan setangguh pria dan
akan mudah menyerah. Saya agak mentolerir apabila penolakannya atas
pertimbangan bahwa wanita (apalagi yang sudah berkeluarga) akan sulit
meluangkan waktunya secara total untuk pekerjaan.
Melihat fakta-fakta di atas, saya kemudian berpikir dan berpikir.
Sebenarnya wanita tidak se’lemah’ itu. Kita bisa mengatakan bahwa meski
fisik wanita umumnya tidak lebih kuat dari pria namun sebenarnya wanita
juga memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh pria bahkan bisa saja
lebih dari pria. Contoh paling sederhana dan mendasar, apabila wanita
adalah makhluk yang lemah, ia tidak mungkin ditakdirkan untuk hamil dan
melahirkan. Tak ada yang mampu membantah bahwa menjadi ibu hamil itu
sungguh berat. Apalagi itu semua dijalani selama 9 bulan lamanya.
Setelah 9 bulan berjalan, seorang ibu masih harus mempertaruhkan nyawa
untuk melahirkan anaknya ke dunia, kemudian menyusuinya hingga usia 2
tahun, merawatnya, dan sering terbangun di malam hari demi menenangkan
sang bayi yang gelisah. Semua itu hanya mampu dijalani oleh orang yang
kuat dan yang menjalaninya adalah seorang wanita. Seorang wanita yang
berkewajiban menghormati suaminya juga akan setia memberikan dukungan
untuk suaminya dalam keadaan bagaimana pun juga, ketika bangkit ataupun
jatuh. Mana mungkin seseorang yang lemah dapat memberikan dukungan moral
untuk menguatkan orang lain. Lagi-lagi wanita yang melakukannya.
Mengutip ucapan Sharon Stone di film Catwoman, seorang wanita
terbiasa melakukan hal-hal yang tidak diinginkannya. Memang tidak salah.
Wanita dituntut untuk bertindak sesuai yang seharusnya dilakukan,
umumnya setiap kebudayaan hampir sama. Wanita tidak boleh melakukan
hal-hal tertentu yang dapat membuatnya citranya menjadi buruk seperti
misalnya berteriak-teriak, berkata kasar, merokok, keluyuran, dan
sebagainya. Wanita terbiasa untuk mengikuti aturan yang telah
digariskan. Sementara pria yang memiliki egoisme yang besar, cenderung
lebih memiliki kebebasan untuk melakukan hal yang diinginkannya sehingga
mungkin saja mereka tidak dapat mengendalikan diri ketika ditekan.
Sedikit menyimpang, kadang saya masih bertanya-tanya mengapa ketika
wanita berkata kasar maka citranya langsung jatuh sebagai wanita
baik-baik. Sementara kata-kata kasar adalah hal yang lumrah bagi kaum
pria bahkan justru hal tersebut merupakan bentuk keakraban dengan
teman-temannya. Intinya seorang pria yang berkata kasar tidak akan
langsung dicap buruk secepat ketika wanita yang melakukannya.
Wanita memang lebih mudah menangis tetapi sebenarnya mereka lebih
kuat menahan penderitaaan dan segera bangkit dari keterpurukan. Misalnya
ketika seorang wanita berpisah dari kekasihnya, ia akan menangis.
Namun dengan segera mereka berusaha untuk bangkit kembali dan mengambil
hikmah dari peristiwa yang dialaminya. Life must go on. Sementara banyak
fakta yang menunjukkan bahwa pria membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menyembuhkan luka di hatinya. Ketika seorang pria patah hati, ia
tidak dapat secara cepat melupakan sakitnya.
Saya hanya mencoba menyajikan pendapat saya tersebut tanpa bermaksud
menyamaratakan bahwa semua pria begitu dan semua wanita begini. Semua
yang tersaji di atas hanyalah contoh-contoh yang saya alami sehari-hari
dan membuat saya berkesimpulan bahwa tak selamanya wanita itu lemah.mungkin ini sedikit akan mempertegas kembali tulisan saya bahwa, Ingatlah pada siapa kita sering bersandar? Kalau kita masih
menjawab ‘Ibu’ maka tak selayaknya kita berkata wanita adalah makhluk
yang lemah.
:)
Comments (0)
Posting Komentar